Tan malaka si komunis yang berbicara tentang islam
Pementasan monolog Tan Malaka yang sejatinya digelar malam ini di IFI Bandung dibatalkan. Sekelompok orang dari ormas Islam yang sudah mendatangi IFI sejak siang hari tadi meminta agar pementasan tersebut tidak digelar.
"Karena komunis itu musuh, kita baca sejarah Tan Malaka itu dari haluan kiri. Jelas dilarang aliran komunis tersebut," ungkapnya.
Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) dan sejak Orde Baru berkuasa, paham komunis di Indonesia dilarang keras. Tak hanya itu, paham komunis juga diidentikan dengan atheis. Hal ini didasarkan pada kritik Karl Marx terhadap agama yakni 'agama adalah candu bagi masyarakat.' Kritikan itu dikeluarkan Marx terhadap agama Kristen yang saat itu mendoktrin umatnya pada etika ketertundukan.
Dalam etika itu, penganut kristen hanya bisa tunduk terhadap semua aturan yang diakui pihak gereja sebagai aturan yang berasal dari Tuhan. Alhasil, umat hanya bisa menerima penderitaan tanpa bisa berbuat apa-apa alias pasrah demi kebahagiaan abadi di surga.
Padahal, sikap tunduk pasrah tersebut sangat menguntungkan kaum kapitalis yang menguasai sendi-sendi perekonomian kala itu. Karena itu, Marx menilai agama digunakan oleh kelas kapitalis untuk kepentingan mereka.
Hal itu lantas menjadi salah satu dasar Marx mengusulkan lahirnya masyarakat komunis yang bertujuan untuk menghapus kelas-kelas dalam masyarakat. Penghapusan kelas tersebut akan menghilangkan penindasan antara kelas yang satu kepada kelas yang lain, dan menciptakan keadilan, persatuan, serta persaudaraan antar-sesama manusia di muka bumi.
Tan Malaka sendiri merupakan pahlawan bangsa yang menganut paham komunis. Jalan komunis digunakannya untuk melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan di muka bumi. Namun jika dihubung-hubungkan dengan PKI, meski pernah menjadi ketua, Tan Malaka justru tidak disukai oleh elite-elite PKI.
Sebabnya, Tan Malaka tak mendukung pemberontakan PKI 1926-1927 dan justru mendirikan Pari. Tan Malaka juga lepas hubungan dengan Moskow karena dia kecewa atas sikap Stalin yang dinilainya pragmatis dan mengambil keuntungan dari pemberontakan yang berujung gagal itu. Saking tak sukanya, Muso bahkan sempat berucap akan menggantung Tan Malaka jika bertemu.
Meski komunis tak berarti Tan Malaka adalah seorang atheis. Dalam tulisannya yang berjudul 'Islam dalam Tinjauan Madilog' tahun 1948, Tan Malaka banyak bercerita soal dirinya dan Islam dalam pandangan Madilog.
"Saya lahir dalam keluarga Islam yang taat... Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Quran, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah (menangis) mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu dan mulia," kata Tan Malaka .
Meski demikian, Tan Malaka mengakui tak terus mempelajari bahasa Arab ketika sudah dewasa. Namun, walau sudah berada di Belanda untuk sekolah, Tan tetap mempelajari semua yang berhubungan dengan Islam dan dunia arab. Dengan mengirit uang makan, Tan Malaka saat itu membeli berjilid-jilid buku sejarah Islam dan Arab. Tan memilih buku terjemahan bahasa Jerman ke Belanda karena dituliskan dengan lebih sempurna.
Meski saat itu ia sangat tertarik pada Revolusi Bolshevik 1917, tak berarti perhatiannya pada dunia Islam hilang. Selama di negeri kicir angin, Tan mengaku telah beberapa kali menamatkan terjemahan Alquran ke dalam bahasa Belanda.
Dari semua sumber dan buku yang dibacanya itu, Tan mendapat kesimpulan perjalanan sejarah terpengaruh kepada faktor masyarakat, politik dan ekonomi. Hal itu terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW lahir dan setelah wafat.
"... sejarah-Islam dalam lebih kurang 1.200 tahun sesudahnya Muhammad SAW (wafat) yakni sejarah yang condong pada politik seperti pengangkatan Imam baru, partai Ali atau meneruskan pilihan yang demokratis seperti pengangkatan Abu Bakar, Umar, dan Usman; perbedaan mazhabnya Imam Syafii, Hanafi, Hambali dan Maliki satu aliran Islam ke arah kegaiban (systisisme) pada satu fatihah (Imam Gazali) dan kenyataan (rationalisme), sampai ketiadaannya Tuhan-Tuhan (atheisme), pada lain pihak (moetazaliten); pergerakan Islam yang baru kita kenal sekarang seperti Wahabi, Muhammadiyah dan Ahmadiyah."
Tan menyatakan salah satu pokok utama dalam Islam adalah soal keesaan Tuhan. Menurutnya, Nabi Muhammad mengakui kitab suci Yahudi dan Kristen. Nabi Muhammad juga mengakui Tuhan Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi, Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa harus dibersihkan dari pemalsuan yang dilakukan bangsa Yahudi dan Kristen di belakang hari.
Tan menilai Muhammad SAW adalah intan yang ada di tengah-tengah lumpur. Sebab, saat Muhammad lahir, masyarakat arab berada pada masa jahiliyah. Saat itu, perang saudara antar suku tak henti-hentinya terjadi. Di tengah kondisi alam yang panas dan kesulitan ekonomi, perampokan dan pembunuhan adalah pekerjaan yang lazim terjadi saat itu.
Meski lahir dari suku terpandang yakni Quraisy, Muhammad SAW nyatanya adalah seorang anak yangmalang karena sudah biasa hidup dalam kesulitan. Muhammad sejak lahir dan kecil sudah ditinggal wafat ayah dan ibunya.
Menurut Tan, Tuhan bagi Nabi Muhammad berada di mana-mana dan dalam rohani, bukan berbentuk benda seperti berhala. Karenanya, dalam Islam Allah tidak diwujudkan dalam suatu benda apapun.
Pengaruh Islam dan Nabi Muhammad tersebut, menurut Tan, menjalar ke agama Kristen. Hal ini dapat dilihat pada aliran Protestan yang memandang Tuhan sebagai rohani tak lagi harus dengan simbol patung Yesus Kristus.
"Jadi pada Protestan nyata pengaruh Islam buat seseorang yang tiada digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri. Muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata rohani dan berada di mana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung langsung dengan Dia, tiada perlu memakai kasta Rabbi atau pendeta sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak. Kelangsungan perhubungan manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu perkara buat Protestan umumnya, Cromwell dan tentaranya khususnya ketika berperang dengan partai Katholik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga sesudah lebih kurang seribu enam ratus lima puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa wafat atau lebih kurang 1.000 tahun sesudah Nabi Muhammad wafat. Pun di sini nyata buat orang yang berpikiran objektif (tenang) pengaruhnya Islam atau Nasrani seperti juga pada Yahudi," katanya.
"Pada kemudian harinya Yahudi dan Nasrani juga walaupun resminya tak mau mengaku terus terang mengambil sifat baru dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW 'ketunggalan' Tuhan itu ke Esaan Tuhan itu sampai ke puncak tak ada kesangsian seperti melekat pada agama Nasrani pada masa Muhammad SAW. Tentangan, terhadap agama Nasrani itu dikeraskan dan dijelaskan pada satu Juz yang pendek (dalam Alquran), tetapi dianggap penting sekali oleh Muslimin: Bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan tidak diperanakan," kata Tan Malaka .
Tan melihat kepercayaan Islam terhadap takdir Tuhan juga diadopsi oleh Calvin bapaknya Mazhaf Protestan pada abad ke 17. Di dalam Islam, manusia tak boleh takut menghadapi bahaya apa pun. Sebab, perjalanan tiap manusia sudah ditentukan oleh Allah.
"Oliver Cromwell dan tentaranya di Inggris yang diakui paling nekat oleh sejarah Barat juga mengikuti kepercayaan ini, pun disini tak bisa dibantah pengaruhnya Islam pada dunia Kristen," kata Tan Malaka .
Alhasil, Tan Malaka berpendapat, seorang pemikir ulung dan konsekuen yang mengesakan Tuhan harus mengesakan kekuasaan Tuhan pula. Sebab, dengan demikian kekuasaan Tuhan menjadi sempurna.
"Kalau seketika satu saja kekuasaan dikurangi dipindahkan pada anaknya seperti pada nabi Isa, (anaknya Tuhan) atau Maryam, dan sedetik saja kekuasaan si Atom itu bisa dipegang di luar Tuhan dengan tidak izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu tiada absolute sempurna lagi. Walaupun si Atom dalam sedetik kalau bisa dikurangi maka kesempurnaannya dikurangi pula bukan? Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme Nabi Muhammad yang paling konsekuen terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang terbesar di antara nabinya monotheisme," kata Tan.
"Jadi menurut Madilog, Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari undang (hukum) alam. Selama Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula undangnya Alam Raya itu berlaku. Menurut undang Alam Raya itu bendanya itulah yang mengandung kodrat dan menurut undang itulah caranya benda itu bergerak berpadu, berpisah, menolak dan menarik dan sebagainya. Kodrat dan undangnya yang berpisah sendirinya tentulah dikenal oleh ilmu bukti. Berhubungan dengan ini maka Yang Maha Kuasa jiwa terpisah dari jasmani, surga atau neraka yang di luar Alam Raya ini tiadalah dikenal oleh ilmu bukti, semuanya ini adalah di luar daerahnya Madilog. Semuanya itu jatuh ke arah kepercayaan semata-mata. Ada atau tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecondongan persamaan masing-masing orang. Tiap-tiap manusia itu adalah merdeka menentukannya dalam kalbu sanubarinya sendiri. Dalam hal ini saya mengetahui kebebasan pikiran orang lain sebagai pengesahan kebebasan yang saya tuntut buat diri saya sendiri buat menentukan paham yang saya junjung," kata Tan Malaka.
Komentar
Posting Komentar