Le Petrichor Untuk Pak Anies Baswedan
Hari ini Gubernur baru dan wakilnya mengangkat sumpah. Mereka berjanji setia dan menjaga janji mereka kepada rakyat Jakarta. Bulan-bulan penuh kekecewaan dan kepalsuan. Dimana agama, moral dan cacatnya jiwa manusia berada di titik yg menggelitik. Tiada awalan, akhiran juga imbuhan.
Adakah membina kesejahteraan hanya sebatas, you kalah, ai menang. Ai ketawa you wajib terhina. Sebegitu kecilkah nilai
demokrasi di mata rakyat ini?
Rakyat...
Di dalam sana, seorang yg ingin berjuang untuk rakyat terpaksa mendekam cuma gegara 'menista' suatu agama dan rakyat tak bisa berbuat satupun apa untuk membebaskannya. Layak kita tarik di jaman Belanda, Tirto, Tjokroaminoto, Semaoen, Mas Marco, Darsono, Tan Malaka, Soekarno, Sjahrir, Hatta dan lain yg tak terhitung banyaknya akrab dengan penjara. mungkin lebih miris keadaannya. Adakah kesepian dan terasing di pembuangan adalah buah yg harus dikecap mereka yg berjuang demi kebenaran dan keadilan? Mirisnya, seorang Eggy yg edgy itu meludahi agama lain dengan demagogi di depan pers.
Atau, apakah kebenaran & keadilan itu bukan sesuatu yg suci dan menjijikan sehingga orang harus menjauhi mereka yg terjangkiti penyakit ini? Ya, apakah kebenaran dan keadilan adalah sebuah penyakit berbahaya?
Aku tidak pernah mengkultuskan sesuatu riwayat hidup seseorang sehingga aku harus membelanya dengan buta. Tetapi esensi dari pemikiran mereka yg berjuang untuk rakyat yg luhur itulah yg menjadi alasan mengapa aku harus menangisinya.
Tetapi ketika mereka curang, akulah yg terdepan untuk pertama menghardiknya.
Mereka baku hantam & pesta di atas meja, tetapi rakyatlah yg memunguti remah-remahnya, itulah rakyat sesuai keadaannya dimana negeri mengatur keadilan sosial untuk rakyatnya dan termaktub dalam sila. Tetapi melupa ketika bicara perut dan dahaga. Dan tak ada tempat untuk yg berkeadilan sosial, yg bermusyawarat untuk mufakat, yg bersatu untuk negeri. Apalagi untuk mereka yg berTuhan dan adil serta beradab.
Rakyat...
Kau berada di kotornya kubangan politik negerimu sendiri. Kau menyelaminya, mereguk lumpurnya dan berdansa di tengahnya di pusaran kepercayaan dan keyakinan yg membius otak dan jiwamu, sejak kau lahir di dunia mengerikan ini. Kau sedemikian lupa, inilah kecurangan yg kerap mendera mereka yg berjuang demi kesejahteraan anak cucumu. Sejak jaman penjajahan sampai liwat masa kemerdekaan. Dan kau, oh, kau tak pernah jera pada catatan sejarahnya. Karena kau begitu lupa dan menolak sejarah itu sendiri.
Dan borjuis-borjuis agamis inipun lupa, bahwa hakikat beramal bukan hanya semata menimbun hartamu di sorga yg baka, tetapi kewajibanmu sebagai sesama manusia. Kau mencibir yg jelata setelah kau menjadi sesiapa, seakan-akan kemiskinan dan kekayaan adalah perlombaan. Seolah-olah Tuhan hanya mengurusi perut dan dahagamu saja. Seolah-olah menjadi kaya adalah bagian karunia-Nya.
Musim penghujan pun tiba. Petrikornya mengisi kabut abadi negeri. Aku akan selalu menekuri Batavia di seberang sana. Menyepi dan menyemat sisa-sisa kewarasan. Menertawai resamnya. Semoga amanah untuk para oportunis-oportunis dan berhentilah bicara keadilan manakala hatimu degil dan membenci adil. Jalanilah semampumu, sesuai bualan-bualanmu.
Selamat untuk sang menteri pintar yg rela menjadi pak belalang karena melacurkan dirinya untuk party-party. Buktikanlah jika memang rakyat Jakarta dengan tulus kau layani. Jangan nanti kau berkotek untuk sekedar ngobyek dengan gula-gula proyek. Jadilah abdi mereka, mendidik mereka untuk maju dan berperan aktif membangun kota dengan segala kekusutannya.
Komentar
Posting Komentar