Waktu luang vs Waktu kerja

Pada bulan Mei Rakyat Indonesia merayakan sejumlah hari peringatan di antaranya adalah Mayday 1 Mei, Hari Pendidikan 2 Mei, Hari Perjuangan Buruh Perempuan 8 Mei, dan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei. Dua di antara hari peringatan itu terkait dengan perlawanan buruh sedangkan dua lainnya terkait dengan pendidikan.
Kedua hal tersebut saling berhubungan.

Buruh bekerja di bawah eksploitasi kapitalisme. Nilai kerjanya diukur dalam satuan waktu: waktu kerja. Berlawanan dengan itu, waktu luang adalah waktu di mana buruh lepas dari kerja dan menikmati kebebasannya. Di bawah kapitalisme bagi buruh waktu kerja adalah saat-saat yang tidak menyenangkan dalam hidupnya sebab ia bekerja karena keterpaksaan tuntutan nafkah dan hasil kerjanya dirampas darinya.

Dengan jam kerja yang panjang, waktu luang adalah saat-saat yang langka baginya. Tidak mengherankan jika tuntutan utama perjuangan buruh adalah pengurangan waktu kerja. Sementara itu waktu luang dimiliki melimpah oleh kelas borjuis. Mereka tidak menjual tenaga kerja, namun mereka menikmati waktu luangnya dengan berbagai kegiatan non-produktif.

Mereka membaca literatur, mereka bergabung dengan klub-klub hobi, mereka menonton konser-konser musik dan pertunjukan teater, mereka berkuda, mereka berkeliling dunia dan mereka sekolah tentunya. Sekolah itu sendiri berasal dari Bahasa Yunani skhole ( schola – latin) yang berarti waktu luang.

Jadi waktu kerja adalah bagian yang melimpah dalam kehidupan seorang buruh, sedangkan waktu luang adalah bagian yang minim yang dimilikinya. Waktu kerja yang melimpah mengakibatkan semakin panjang dirinya dijadikan bagian dari mesin-mesin produksi. Perkembangan teknologi industri dengan sistem otomatisasinya merevolusionerkan dunia kerja sehingga mentransformasikan bentuk kerja buruh menjadi sekedar operator-operator mesin produksi.

Bentuk kerja yang lumrah dari seorang operator mesin ialah berada dalam posisi statis dengan gerakan tangan atau kaki yang monoton. Sistem manajemen ilmiah modern yang dipelopori oleh Taylor telah merinci dan membagi pekerjaan dalam beberapa operasi. Masing-masing operasi hanya dilakukan dengan gerakan tubuh tertentu yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Namun seorang buruh hanya bertanggungjawab pada sejenis operasi tertentu. Dan keadaan ini bisa berlangsung sepanjang waktu kerja yang diberlakukan untuk buruh. Dapat dikatakan bahwa kurang lebih sepertiga dari umur buruh dalam satu hari, dihabiskan untuk berada dalam keadaan tubuh yang statis di mana anggota tubuhnya melakukan gerakan yang monoton. Kondisi ini membuat buruh menjadi mirip robot-robot yang diprogram untuk melakukan suatu pekerjaan yang sama secara repetitif.

Suatu pekerjaan monoton yang repetitif merupakan proses penumpulan daya pikir. Namun demikian kondisi ini tidak dapat dipertahankan, bukan semata-mata karena perlawanan kelas buruh melainkan juga karena keniscayaan perkembangan kapitalisme. Adalah tuntutan kompetisi membuat kapitalis untuk meningkatkan produktivitas produksi. Ini berarti waktu kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi komoditas tertentu semakin kecil.

Arah perkembangan produktivitas teknologi industri mengikuti hukum termodinamika kedua. Ia merupakan proses satu arah sehingga tidak dapat dibalik. Maksudnya ialah produktivitas teknologi semakin meningkat. Tidaklah mungkin di masa depan diciptakan teknologi dengan produktivitas yang lebih rendah daripada teknologi yang kita miliki saat ini. Ini artinya waktu kerja akan semakin merosot di masa depan.

Sementara waktu kerja semakin berkurang karena peningkatan produktivitas, jumlah barang yang diproduksi semakin bertambah. Kombinasi dari kedua hal ini merupakan basis material bagi sosialisme. Dan pengurangan waktu kerja berarti peningkatan waktu luang. Di sini waktu luang karena sokongan kelimpahan barang, merupakan kondisi yang memungkinkan untuk pengembangan potensi manusia seutuhnya.

Apabila kita kembali kepada topik awal di atas mengenai waktu kerja dan pendidikan, maka hubungan keduanya dapat dinyatakan sebagai berikut: perngurangan waktu kerja berarti peningkatan waktu luang. Peningkatan waktu luang berarti peningkatan kesempatan pendidikan. Bila secara fisik proses kerja dalam kapitalisme merupakan pembodohan bagi buruh, pendidikan untuk buruh merupakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan mental dan karena itu mengembalikan kemanusian dirinya.

Kita juga perlu mencatat bahwa perkembangan teknologi bukan hanya secara kuantitatif mereduksi waktu kerja akan tetapi secara kualitatif menciptakan lompatan baru dalam bentuk kerja. Kerja sekarang semakin mengurangi porsi kerja ototnya dan semakin meningkatkan porsi aktivitas mental. Hal ini disebabkan karena perkembangan otomatisasi dan komputasi membuat informasi menjadi penting.

Apa yang didengung-dengungkan para sosiolog post-industrial dan aktivis post-marxis tentang merosotnya peran buruh manufaktur dan meningkatnya peran pekerja intelektual dan sektor jasa, sebenarnya tidak menambahkan konsep baru. Fenomena itu hanya merupakan konsekuensi logis (baca: keniscayaan) perkembangan kapitalisme sebagaimana yang telah diramalkan secara profetis dalam teori nilai kerja.

Akhir kata, adalah sungguh kebetulan namun tepat, bahwa dalam bulan Mei ini hari-hari peringatan perjuangan buruh berada bersama dengan hari pendidikan. Buruh, kerja, waktu luang dan pendidikan saling berhubungan satu-sama lain. Target perjuangan buruh adalah pengurangan waktu kerja. Berkurangnya waktu kerja berarti peningkatan waktu luang.

Waktu luang perlu diisi dengan pendidikan dan aktivitas budaya lainnya guna mengoptimalkan potensi manusia seutuhnya. Hanya organisasi politik yang memiliki keperdulian terhadap pendidikan buruh dan rakyat secara keseluruhan yang memiliki masa depan.

Referensi

Bila ada literatur yang menjadi inspirasi tulisan ini, penulis hanya mengakui satu, the one and only : Karl Marx, Kapital , Jilid I, Hasta Mitra, 2004. Lainnya tak berarti.

Komentar