Revolusi dan Demokrasi (Bagian Pertama)
Lenin dan Krupskaya, 1920
Mengenal Konsepsi Lenin Mengenai "Revolusi dan Demokrasi"
PENDAHULUAN
Pembentukan pemerintahan buruh dan tani revolusioner di Rusia oleh Kongres Soviet kedua pada tanggal 8 November 1917 (26 Oktober 1917 dalam kalender Julian yang tetap berlaku di Rusia sampai Januari 1918) dan pembubaran parlemen demokratis pertama yang terpilih di Rusia (Majelis Konstituante) oleh pemerintahan Soviet mempolarisasi gerakan kelas pekerja di seluruh dunia.
Seperti yang dinyatakan oleh Vladimir Ilyich Lenin, Presiden pemerintahan Soviet dan pemimpin pusat Partai Komunis Rusia (Bolshevik), "Para pekerja di seluruh dunia secara naluriah memahami pentingnya soviet sebagai sebuah instrumen dalam perjuangan proletariat dan sebagai bentuk dari negara proletariat.
Tapi para 'pemimpin'nya, yang dikorupsi oleh oportunisme, masih terus memuja demokrasi borjuis, yang secara umum mereka sebut 'demokrasi'. "1
Dari antara pemimpin oportunis buruh yang paling menentang revolusi buruh tani Bolshevik adalah Karl Kautsky, yang secara luas dianggap sebagai teoretikus Marxis paling menonjol setelah kematian Frederick Engels pada tahun 1895 dan tokoh Partai Sosial Demokrat Jerman ( SPD), partai terkemuka dalam Internasionale Kedua.
Dalam serangkaian artikel yang dimuat di surat kabar Jerman pada awal 1918 dan juga dalam pamfletnya, Kediktatoran Proletariat , yang diterbitkan di Wina akhir tahun itu, Kautsky mengklaim bahwa dengan membubarkan Majelis Konstituante demi membentuk kediktatoran dewan buruh, prajurit dan petani
—disebut juga soviet—Bolshevik telah meninggalkan Marxisme. Menurut Kautsky, Marx telah mengatakan bahwa transisi menuju sosialisme "dapat dicapai hanya dengan cara demokratis dan bukan melalui kediktatoran" .2
Kritik Kautsky atas Revolusi Oktober yang dipimpin Bolshevik memperlihatkan distorsi oportunis teori Marx tentang negara dan tugas revolusi proletariat yang sudah Kautsky lakukan sejak tahun 1902 (dan sudah diblejeti Lenin dalam pamfletnya pada Agustus 1917, Negara dan Revolusi ) telah sepenuhnya jatuh menjadi karikatur Marxisme liberal.
Pada bulan Oktober-November 1918, Lenin menulis sebuah jawaban yang menghancurkan pamflet Kautsky—Revolusi Proletariat dan Pengkhianatan Kautsky. Pamflet ini merupakan materi utama yang dicetak ulang dalam koleksi ini. Yang diawali oleh ceramah Lenin pada bulan Juli 1919 tentang teori negara Marxisme, dan dilanjutkan dua artikel Lenin tentang pemilihan Majelis Konstituante, ditambah tesis Lenin dan laporan tentang "Demokrasi borjuis dan Kediktatoran Proletariat" yang disampaikan dalam kongres internationale pada bulan Maret 1919.
Sebagai tambahan tulisan-tulisan Lenin ini adalah bab II dan III dari tulisan Leon Trotsky tahun 1920 yang merupakan balasan pamflet anti-Bolshevik Kautsky tahun 1919, “Terorisme dan Komunisme” (yang diterbitkan dengan nama yang sama), plus petikan-petikan tentang demokrasi dan kediktatoran proletariat dari Program Partai Komunis Rusia (RCP) tahun 1919 dan dari komentar mengenai program yang ditulis oleh pemimpin Bolshevik Nikolai Bukharin dan Evgeny Preobrazhensky.
Semua yang dicetak ulang dalam koleksi ini bertujuan untuk mengenalkan pembaca dengan dokumen-dikumen Bolshevik yang membela pandangan Marxis ortodoks tentang negara dan demokrasi, sebagaimana diterapkan selama kemenangan revolusi kelas pekerja yang pertama di dunia.
Inti kritik Kautsky terhadap Revolusi Oktober adalah penerimaannya terhadap mistifikasi liberal atas demokrasi dan anggapannya tentang kediktatoran sebagai lawan dari bentuk organisasi politik masyarakat. Ini terbukti dalam pamflet Kautsky pada tahun 1902 “Revolusi Sosial” , di mana dia menegaskan bahwa "parlemen dibutuhkan agar revolusi dapat berlanjut" .3 Bagi Kautsky, tugas revolusi proletariat dalam kaitannya dengan negara adalah untuk membuat liberalisme dari demokrasi "terus berjalan", yaitu menginvestasikan bentuk ini dengan konten demokrasi yang sesungguhnya.
Asumsi yang tidak terucap di balik posisi Kautsky—yang sejalan dengan pemikir politik liberal—bahwa parlemen dan mesin birokrasi militer yang tersubordinat dengan parlemen di "negara perwakilan modern" merupakan institusi supra-struktur yang dapat diisi baik oleh Borjuis atau Proletar.
Namun, bagi Marx dan Engels, "negara perwakilan modern" adalah kendaraan bagi borjuasi untuk menaklukkan dan membangun kekuatan eksklusif, maknanya adalah eksekutif bagi negara modern hanyalah sebuah komite untuk mengelola kepentingan seluruh borjuasi ".4 Pandangan ini sepenuhnya sesuai dengan konsepsi negara menurut mereka.
Ketika kaum liberal memandang negara sebagai seperangkat institusi abadi yang mempertahankan tatanan sosial atau yang mengekspresikan kepentingan umum masyarakat, bagi Marx dan Engels negara merupakan produk historis dari pembagian klas di dalam masyarakat, yaitu penindas dan tertindas, sebuah organisasi khusus , pemaksa, terpisah dari masyarakat secara keseluruhan dimana satu kelas dalam masyarakat mendominasi yang lainnya.
Dalam Manifesto Komunis , Marx dan Engels berpendapat bahwa "langkah pertama dalam revolusi kelas pekerja adalah mengangkat kaum proletariat ke posisi kelas penguasa, untuk memenangkan perjuangan demokrasi".
Kaum proletar kemudian "menggunakan supremasi politiknya untuk merebut, secara bertahap, semua modal dari kaum borjuis, untuk memusatkan semua instrumen produksi di tangan negara, yaitu, proletariat yang terorganisir sebagai kelas penguasa ..."5
"Kekuatan politik", Marx dan Engels mengamati, "hanyalah kekuatan terorganisir dari satu kelas untuk menindas yang lain." Namun, jika kelas pekerja "melalui sebuah revolusi" menjadikan dirinya sebagai "kelas penguasa" dan menghapuskan syarat-syarat produksi borjuis, maka akan, bersamaan dengan kondisi ini, menyapu bersih keberadaan dari pertentangan kelas dan kelas-kelas itu sendiri".6
Atas dasar pengalaman pemberontakan rakyat di Paris pada tahun 1871 (" Komune Paris"), Marx menarik kesimpulan bahwa "kelas pekerja tidak dapat hanya memegang mesin negara yang sudah jadi dan menggunakannya untuk tujuannya sendiri”7 melalui kemenangan mayoritas sosialis di parlemen; Untuk mengangkat dirinya ke posisi kelas penguasa, kaum proletar harus menetapkan supremasi institusi perwakilan yang "merupakan badan pekerja, bukan sekedar parlementer, melainkan legislatif sekaligus eksekutif," –sebuah bentuk organisasi negara di mana semua pejabat sipil dan militer akan dipilih dari bawah, yang dapat diberhentikan kapan saja oleh pemilihnya, dan mendapat gaji tidak lebih dari "upah pekerja".
Marx secara khusus menganggap penting apa yang dilakukan oleh Komune Paris karena mereka menunjukan bentuk kelembagaan dimana kaum proletar dapat mengangkat dirinya ke posisi kelas penguasa, dapat "memenangkan pertarungan demokrasi". Seperti yang diproyeksikan Lenin dalam tulisannya tahun 1917, Negara dan Revolusi, Komune Paris menggantikan mesin negara yang sudah hancur dengan demokrasi yang lebih utuh: penghapusan tentara tetap; Semua pejabat dipilih dari bawah, dan dapat direcall. Tapi faktanya ini hanyalah penggantian institusi tertentu oleh institusi lain yang tipenya secara mendasar berbeda.
Ini adalah kasus 'perubahan kuantitas menjadi kualitas': demokrasi, diperlihatkan secara utuh dan konsisten dan secara nyata, bertransformasi dari demokrasi borjuis menjadi demokrasi proletar; Negara (= kekuatan khusus untuk untuk menindas oleh kelas tertentu) menjadi sesuatu yang bukan lagi negara. "9
REVOLUSI PROLETARIAT DAN NEGARA
Melanjutkan penjelasannya tentang pendekatan Marxisme tentang negara dan tugas revolusi proletariat, Lenin menulis:
"Masih lah perlu untuk menekan perlawanan kaum borjuis dan menghancurkan perlawanan mereka. Hal ini sangat penting bagi Komune; Dan salah satu penyebab kekalahannya adalah Komune tidak melakukannya dengan tekad yang cukup [dengan tidak meluncurkan serangan politik-militer melawan pemerintah republik borjuis yang berbasis di Versailles - DL]. Organ penindasan, bagaimanapun, ada di mayoritas penduduk, dan bukan minoritas, seperti yang selalu terjadi di masyarakat perbudakan dan perbudakan upah. Dan karena mayoritas dari masyarakat tersebut menekan penindasnya, "kekuatan khusus" untuk menindas tidak lagi diperlukan! Dalam hal ini, negara mulai melemah.
Alih-alih institusi khusus dari minoritas istimewa (pejabat, pimpinan militer), mayoritas sendiri secara langsung dapat menjalankan semua fungsi ini. Dan semakin banyak fungsi kekuasaan negara dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan, semakin tidak diperlukannya keberadaan kekuatan ini.
Dalam hubungan ini, langkah-langkah Komune selanjutnya, yang ditekankan oleh Marx, sangat penting: penghapusan semua tunjangan perwakilan, dan semua hak istimewa mengenai keuangan pejabat, pengurangan remunerasi semua pelayan negara sampai pada tingkat "Upah pekerja". Hal ini menunjukkan secara lebih tepat bagaimana peralihan demokrasi borjuis menjadi demokrasi proletar, dari demokrasi para penindas menjadi demokrasi kelas tertindas, dari negara sebagai "kekuatan khusus" bagi penindasan kelas tertentu, ke penindasan atas penindas oleh kekuatan luas mayoritas rakyat—kaum buruh dan tani. Dan pada titik yang sangat mencolok ini, mungkin yang paling penting sejauh menyangkut masalah negara, gagasan Marx sepenuhnya diabaikan!"10
Di sini kita sampai pada perbedaan mendasar antara konsepsi Kautsky tentang revolusi proletariat dengan Marx dan Lenin.
Dimana Lenin, yang mengikuti Marx, membayangkan langkah pertama revolusi proletariat sebagai pengganti mesin kekuasaan borjuis yang ada oleh institusi kekuasaan negara proletariat yang baru. Sedang bagi Kautsky, tugas politik revolusi hanya sampai perampasan kendali mesin negara yang ada oleh kaum proletar, atau lebih tepatnya oleh perwakilan parlementernya. Dalam sebuah artikel yang dicetak dalam jurnal SPD Neue Zeit pada tahun 1912, Kautsky secara eksplisit mengemukakan bahwa tugas politik "revolusi proletar" tidak melibatkan penghancuran institusi negara borjuis (parlemen dan mesin birokrasi-militer) namun hanya " Menggeser keseimbangan kekuatan di dalam kekuasaan negara". Ini harus dicapai kaum sosialis dengan "memenangkan mayoritas di parlemen dan dengan menaikkan posisi parlemen di atas pemerintah" .11
Dalam pembukaan peraturan Asosiasi Pekerja Internasional (Internationale Pertama) yang dia tulis pada tahun 1864, Marx mengungkapkan esensi teori politiknya dalam satu kalimat: "Pembebasan kelas pekerja harus ditaklukkan oleh kelas pekerja sendiri. "12
Satu kata dalam rumusan Marx - "sendiri" - menyoroti dengan cara yang paling mencolok pertentangannya, antara konsepsi langkah pertama revolusi proletariat Marx dengan Kautsky. Apakah ada keraguan? Coba baca rumusan Marx yang dimodifikasi oleh Kautsky: Emansipasi kelas pekerja harus ditaklukkan bukan oleh kelas pekerja itu sendiri, tapi oleh perwakilan parlemen mereka!
Sedangkan untuk Marx dan Lenin, tugas kaum sosialis adalah mengorganisasikan proletariat itu sendiri sebagai kekuatan pemaksa, sebagai negara ("proletariat diorganisasikan sebagai kelas penguasa"), bagi Kautsky, tugas kaum sosialis adalah mengatur kaum proletar untuk memenangkan mayoritas sosialis di parlemen dan membuat parlemen sebagai "majikannya pemerintahan".
Tujuan mendasar dari kebijakan Marxisme adalah penaklukan kekuasaan negara oleh proletariat. Marxisme gadungan yang mempersempit konsepsi tersebut menjadi penaklukan mesin kekuasaan negara oleh perwakilan politik proletariat, pada kenyataannya tidak dapat dibedakan dari kaum reformis liberal (yang lebih terus terang), yang menyangkal adanya kebutuhan bagi kelas pekerja untuk menekan lembaga-lembaga borjuis dari kekuasaan negara dan oleh karena itu menyangkal adanya kebutuhan kelas pekerja untuk memformulasikan dirinya sebagai kekuatan negara, sebagai kekuatan pemaksa.
Secara pemikiran keduanya (Kautsky dan reformis liberal) sepakat bahwa semua yang dibutuhkan bisa dilakukan jika kelompok mayoritas yang tepat dapat terpilih ke parlemen! Diantara keduanya, kelompok reformis terbuka lebih tidak berbahaya (karena terus terangnya) bagi kelas pekerja dibanding kaum reformis terselubung, yang menyembunyikan sifat asli mereka di balik jubah kata "kiri" dan "revolusioner".
Kontrasnya perspektif revolusioner yang sesungguhnya dengan revolsioner gadungan, reformis terselubung (seperti yang direpresentasikan oleh Kautsky) menjadi jelas saat kita memeriksa pertanyaan tentang hubungan antara demokrasi dengan kediktatoran proletariat.
Bersambung ke bagian kedua
Mengenal Konsepsi Lenin Mengenai "Revolusi dan Demokrasi"
PENDAHULUAN
Pembentukan pemerintahan buruh dan tani revolusioner di Rusia oleh Kongres Soviet kedua pada tanggal 8 November 1917 (26 Oktober 1917 dalam kalender Julian yang tetap berlaku di Rusia sampai Januari 1918) dan pembubaran parlemen demokratis pertama yang terpilih di Rusia (Majelis Konstituante) oleh pemerintahan Soviet mempolarisasi gerakan kelas pekerja di seluruh dunia.
Seperti yang dinyatakan oleh Vladimir Ilyich Lenin, Presiden pemerintahan Soviet dan pemimpin pusat Partai Komunis Rusia (Bolshevik), "Para pekerja di seluruh dunia secara naluriah memahami pentingnya soviet sebagai sebuah instrumen dalam perjuangan proletariat dan sebagai bentuk dari negara proletariat.
Tapi para 'pemimpin'nya, yang dikorupsi oleh oportunisme, masih terus memuja demokrasi borjuis, yang secara umum mereka sebut 'demokrasi'. "1
Dari antara pemimpin oportunis buruh yang paling menentang revolusi buruh tani Bolshevik adalah Karl Kautsky, yang secara luas dianggap sebagai teoretikus Marxis paling menonjol setelah kematian Frederick Engels pada tahun 1895 dan tokoh Partai Sosial Demokrat Jerman ( SPD), partai terkemuka dalam Internasionale Kedua.
Dalam serangkaian artikel yang dimuat di surat kabar Jerman pada awal 1918 dan juga dalam pamfletnya, Kediktatoran Proletariat , yang diterbitkan di Wina akhir tahun itu, Kautsky mengklaim bahwa dengan membubarkan Majelis Konstituante demi membentuk kediktatoran dewan buruh, prajurit dan petani
—disebut juga soviet—Bolshevik telah meninggalkan Marxisme. Menurut Kautsky, Marx telah mengatakan bahwa transisi menuju sosialisme "dapat dicapai hanya dengan cara demokratis dan bukan melalui kediktatoran" .2
Kritik Kautsky atas Revolusi Oktober yang dipimpin Bolshevik memperlihatkan distorsi oportunis teori Marx tentang negara dan tugas revolusi proletariat yang sudah Kautsky lakukan sejak tahun 1902 (dan sudah diblejeti Lenin dalam pamfletnya pada Agustus 1917, Negara dan Revolusi ) telah sepenuhnya jatuh menjadi karikatur Marxisme liberal.
Pada bulan Oktober-November 1918, Lenin menulis sebuah jawaban yang menghancurkan pamflet Kautsky—Revolusi Proletariat dan Pengkhianatan Kautsky. Pamflet ini merupakan materi utama yang dicetak ulang dalam koleksi ini. Yang diawali oleh ceramah Lenin pada bulan Juli 1919 tentang teori negara Marxisme, dan dilanjutkan dua artikel Lenin tentang pemilihan Majelis Konstituante, ditambah tesis Lenin dan laporan tentang "Demokrasi borjuis dan Kediktatoran Proletariat" yang disampaikan dalam kongres internationale pada bulan Maret 1919.
Sebagai tambahan tulisan-tulisan Lenin ini adalah bab II dan III dari tulisan Leon Trotsky tahun 1920 yang merupakan balasan pamflet anti-Bolshevik Kautsky tahun 1919, “Terorisme dan Komunisme” (yang diterbitkan dengan nama yang sama), plus petikan-petikan tentang demokrasi dan kediktatoran proletariat dari Program Partai Komunis Rusia (RCP) tahun 1919 dan dari komentar mengenai program yang ditulis oleh pemimpin Bolshevik Nikolai Bukharin dan Evgeny Preobrazhensky.
Semua yang dicetak ulang dalam koleksi ini bertujuan untuk mengenalkan pembaca dengan dokumen-dikumen Bolshevik yang membela pandangan Marxis ortodoks tentang negara dan demokrasi, sebagaimana diterapkan selama kemenangan revolusi kelas pekerja yang pertama di dunia.
Inti kritik Kautsky terhadap Revolusi Oktober adalah penerimaannya terhadap mistifikasi liberal atas demokrasi dan anggapannya tentang kediktatoran sebagai lawan dari bentuk organisasi politik masyarakat. Ini terbukti dalam pamflet Kautsky pada tahun 1902 “Revolusi Sosial” , di mana dia menegaskan bahwa "parlemen dibutuhkan agar revolusi dapat berlanjut" .3 Bagi Kautsky, tugas revolusi proletariat dalam kaitannya dengan negara adalah untuk membuat liberalisme dari demokrasi "terus berjalan", yaitu menginvestasikan bentuk ini dengan konten demokrasi yang sesungguhnya.
Asumsi yang tidak terucap di balik posisi Kautsky—yang sejalan dengan pemikir politik liberal—bahwa parlemen dan mesin birokrasi militer yang tersubordinat dengan parlemen di "negara perwakilan modern" merupakan institusi supra-struktur yang dapat diisi baik oleh Borjuis atau Proletar.
Namun, bagi Marx dan Engels, "negara perwakilan modern" adalah kendaraan bagi borjuasi untuk menaklukkan dan membangun kekuatan eksklusif, maknanya adalah eksekutif bagi negara modern hanyalah sebuah komite untuk mengelola kepentingan seluruh borjuasi ".4 Pandangan ini sepenuhnya sesuai dengan konsepsi negara menurut mereka.
Ketika kaum liberal memandang negara sebagai seperangkat institusi abadi yang mempertahankan tatanan sosial atau yang mengekspresikan kepentingan umum masyarakat, bagi Marx dan Engels negara merupakan produk historis dari pembagian klas di dalam masyarakat, yaitu penindas dan tertindas, sebuah organisasi khusus , pemaksa, terpisah dari masyarakat secara keseluruhan dimana satu kelas dalam masyarakat mendominasi yang lainnya.
Dalam Manifesto Komunis , Marx dan Engels berpendapat bahwa "langkah pertama dalam revolusi kelas pekerja adalah mengangkat kaum proletariat ke posisi kelas penguasa, untuk memenangkan perjuangan demokrasi".
Kaum proletar kemudian "menggunakan supremasi politiknya untuk merebut, secara bertahap, semua modal dari kaum borjuis, untuk memusatkan semua instrumen produksi di tangan negara, yaitu, proletariat yang terorganisir sebagai kelas penguasa ..."5
"Kekuatan politik", Marx dan Engels mengamati, "hanyalah kekuatan terorganisir dari satu kelas untuk menindas yang lain." Namun, jika kelas pekerja "melalui sebuah revolusi" menjadikan dirinya sebagai "kelas penguasa" dan menghapuskan syarat-syarat produksi borjuis, maka akan, bersamaan dengan kondisi ini, menyapu bersih keberadaan dari pertentangan kelas dan kelas-kelas itu sendiri".6
Atas dasar pengalaman pemberontakan rakyat di Paris pada tahun 1871 (" Komune Paris"), Marx menarik kesimpulan bahwa "kelas pekerja tidak dapat hanya memegang mesin negara yang sudah jadi dan menggunakannya untuk tujuannya sendiri”7 melalui kemenangan mayoritas sosialis di parlemen; Untuk mengangkat dirinya ke posisi kelas penguasa, kaum proletar harus menetapkan supremasi institusi perwakilan yang "merupakan badan pekerja, bukan sekedar parlementer, melainkan legislatif sekaligus eksekutif," –sebuah bentuk organisasi negara di mana semua pejabat sipil dan militer akan dipilih dari bawah, yang dapat diberhentikan kapan saja oleh pemilihnya, dan mendapat gaji tidak lebih dari "upah pekerja".
Marx secara khusus menganggap penting apa yang dilakukan oleh Komune Paris karena mereka menunjukan bentuk kelembagaan dimana kaum proletar dapat mengangkat dirinya ke posisi kelas penguasa, dapat "memenangkan pertarungan demokrasi". Seperti yang diproyeksikan Lenin dalam tulisannya tahun 1917, Negara dan Revolusi, Komune Paris menggantikan mesin negara yang sudah hancur dengan demokrasi yang lebih utuh: penghapusan tentara tetap; Semua pejabat dipilih dari bawah, dan dapat direcall. Tapi faktanya ini hanyalah penggantian institusi tertentu oleh institusi lain yang tipenya secara mendasar berbeda.
Ini adalah kasus 'perubahan kuantitas menjadi kualitas': demokrasi, diperlihatkan secara utuh dan konsisten dan secara nyata, bertransformasi dari demokrasi borjuis menjadi demokrasi proletar; Negara (= kekuatan khusus untuk untuk menindas oleh kelas tertentu) menjadi sesuatu yang bukan lagi negara. "9
REVOLUSI PROLETARIAT DAN NEGARA
Melanjutkan penjelasannya tentang pendekatan Marxisme tentang negara dan tugas revolusi proletariat, Lenin menulis:
"Masih lah perlu untuk menekan perlawanan kaum borjuis dan menghancurkan perlawanan mereka. Hal ini sangat penting bagi Komune; Dan salah satu penyebab kekalahannya adalah Komune tidak melakukannya dengan tekad yang cukup [dengan tidak meluncurkan serangan politik-militer melawan pemerintah republik borjuis yang berbasis di Versailles - DL]. Organ penindasan, bagaimanapun, ada di mayoritas penduduk, dan bukan minoritas, seperti yang selalu terjadi di masyarakat perbudakan dan perbudakan upah. Dan karena mayoritas dari masyarakat tersebut menekan penindasnya, "kekuatan khusus" untuk menindas tidak lagi diperlukan! Dalam hal ini, negara mulai melemah.
Alih-alih institusi khusus dari minoritas istimewa (pejabat, pimpinan militer), mayoritas sendiri secara langsung dapat menjalankan semua fungsi ini. Dan semakin banyak fungsi kekuasaan negara dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan, semakin tidak diperlukannya keberadaan kekuatan ini.
Dalam hubungan ini, langkah-langkah Komune selanjutnya, yang ditekankan oleh Marx, sangat penting: penghapusan semua tunjangan perwakilan, dan semua hak istimewa mengenai keuangan pejabat, pengurangan remunerasi semua pelayan negara sampai pada tingkat "Upah pekerja". Hal ini menunjukkan secara lebih tepat bagaimana peralihan demokrasi borjuis menjadi demokrasi proletar, dari demokrasi para penindas menjadi demokrasi kelas tertindas, dari negara sebagai "kekuatan khusus" bagi penindasan kelas tertentu, ke penindasan atas penindas oleh kekuatan luas mayoritas rakyat—kaum buruh dan tani. Dan pada titik yang sangat mencolok ini, mungkin yang paling penting sejauh menyangkut masalah negara, gagasan Marx sepenuhnya diabaikan!"10
Di sini kita sampai pada perbedaan mendasar antara konsepsi Kautsky tentang revolusi proletariat dengan Marx dan Lenin.
Dimana Lenin, yang mengikuti Marx, membayangkan langkah pertama revolusi proletariat sebagai pengganti mesin kekuasaan borjuis yang ada oleh institusi kekuasaan negara proletariat yang baru. Sedang bagi Kautsky, tugas politik revolusi hanya sampai perampasan kendali mesin negara yang ada oleh kaum proletar, atau lebih tepatnya oleh perwakilan parlementernya. Dalam sebuah artikel yang dicetak dalam jurnal SPD Neue Zeit pada tahun 1912, Kautsky secara eksplisit mengemukakan bahwa tugas politik "revolusi proletar" tidak melibatkan penghancuran institusi negara borjuis (parlemen dan mesin birokrasi-militer) namun hanya " Menggeser keseimbangan kekuatan di dalam kekuasaan negara". Ini harus dicapai kaum sosialis dengan "memenangkan mayoritas di parlemen dan dengan menaikkan posisi parlemen di atas pemerintah" .11
Dalam pembukaan peraturan Asosiasi Pekerja Internasional (Internationale Pertama) yang dia tulis pada tahun 1864, Marx mengungkapkan esensi teori politiknya dalam satu kalimat: "Pembebasan kelas pekerja harus ditaklukkan oleh kelas pekerja sendiri. "12
Satu kata dalam rumusan Marx - "sendiri" - menyoroti dengan cara yang paling mencolok pertentangannya, antara konsepsi langkah pertama revolusi proletariat Marx dengan Kautsky. Apakah ada keraguan? Coba baca rumusan Marx yang dimodifikasi oleh Kautsky: Emansipasi kelas pekerja harus ditaklukkan bukan oleh kelas pekerja itu sendiri, tapi oleh perwakilan parlemen mereka!
Sedangkan untuk Marx dan Lenin, tugas kaum sosialis adalah mengorganisasikan proletariat itu sendiri sebagai kekuatan pemaksa, sebagai negara ("proletariat diorganisasikan sebagai kelas penguasa"), bagi Kautsky, tugas kaum sosialis adalah mengatur kaum proletar untuk memenangkan mayoritas sosialis di parlemen dan membuat parlemen sebagai "majikannya pemerintahan".
Tujuan mendasar dari kebijakan Marxisme adalah penaklukan kekuasaan negara oleh proletariat. Marxisme gadungan yang mempersempit konsepsi tersebut menjadi penaklukan mesin kekuasaan negara oleh perwakilan politik proletariat, pada kenyataannya tidak dapat dibedakan dari kaum reformis liberal (yang lebih terus terang), yang menyangkal adanya kebutuhan bagi kelas pekerja untuk menekan lembaga-lembaga borjuis dari kekuasaan negara dan oleh karena itu menyangkal adanya kebutuhan kelas pekerja untuk memformulasikan dirinya sebagai kekuatan negara, sebagai kekuatan pemaksa.
Secara pemikiran keduanya (Kautsky dan reformis liberal) sepakat bahwa semua yang dibutuhkan bisa dilakukan jika kelompok mayoritas yang tepat dapat terpilih ke parlemen! Diantara keduanya, kelompok reformis terbuka lebih tidak berbahaya (karena terus terangnya) bagi kelas pekerja dibanding kaum reformis terselubung, yang menyembunyikan sifat asli mereka di balik jubah kata "kiri" dan "revolusioner".
Kontrasnya perspektif revolusioner yang sesungguhnya dengan revolsioner gadungan, reformis terselubung (seperti yang direpresentasikan oleh Kautsky) menjadi jelas saat kita memeriksa pertanyaan tentang hubungan antara demokrasi dengan kediktatoran proletariat.
Bersambung ke bagian kedua
Komentar
Posting Komentar